Sistem pengisian/charging system adalah suatu system yang bekerja pada
kendaraan pembakaran dalam yang berfungsi untuk mengisi tegangan baterai saat
mesin menyala agar voltase baterai tetap pada kondisi penuh terutama saat mesin
di start.
Sistem
pengisian terdapat beberapa komponen utama yaitu :
1. Baterai
Baterai berfungsi untuk menyimpan arus saat
mesin menyala. Dan menjadi sumber tegangan untuk membuat rotor coil pada
alternator menjadi megnet saat mesin akan dinyalakan.
2. Kunci Kontak
Kunci kontak berfungsi untuk menghubungkan dan
memutuskan aliran arus listrik ke system berikutnya (system pengisian).
3. Fuse (Sekering)
Sebagai pengaman jika terjadi kelebihan arus pada system pengisian / jika terjadinya korsleting (hubungan pendek arus listrik)
4. Voltage Regulator
Komponen ini adalah komponen yang berfungsi mengatur
output tegangan dari alternator agar tetap stabil pada putaran mesin yang
berbeda – beda.
5. Alternator
Alternator adalah komponen system pengisian yang
berfungsi untuk pembangkit listrik berdasarkan putaran mesin. Komponen ini
adalah komponen yang dapat mengubah putaran mesin menjadi energy listrik
berdasarkan prinsip kerja generator.
Komponen – Komponen Alternator :
1. Pulley
2. Fan (Kipas)
Berfungsi untuk mendinginkan stator pada alternator yang panas saat mesin menyala terus menerus.
3. Stator
Berfungsi untuk membangkitkan arus listrik bolak balik / AC (Alternating Current)
4. Rotor
Berfungsi untuk membangkitkan medan magnet dengan prinsip elektromagnet
5. Diode
(Rectifier)
6. Brush (Sikat)
Berfungsi untuk menghubungkan arus listrik dari voltage regulator ke slip ring dan menghubungkan slip ring satunya ke massa.
7. Slip Ring
Berfungsi untuk menerima arus listrik dari brush dan menyalurkannya ke stator coil dan memassakan stator dengan melewati brush satunya.
8. Lampu Indikator
Pengisian
Lampu ini berfungsi sebagai tanda kepada pengemudi jika system pengisian tidak bekerja.
Cara Kerja Sistem Pengisian
Konvensional
Untuk
lebih memudahkan dalam memahami cara kerja sistem pengisian konvensional,
perhatikan gambar berikut ini:
Pada
skema rangkaian sistem pengisian konvensional di atas, ada dua bagian utama
yaitu komponen alternator dan komponen regulator (dalam kotak garis
putus-putus). Di dalam alternator ada beberapa komponen yaitu stator (stator
coil). Kumparan rotor, enam buah dioda yang dirangkai dengan model
jembatan, dan terminal alternator yakni E, F, N dan B.
Sedangkan
dalam komponen regulator, ada beberapa bagian yaitu voltage regulator, voltage
relay, kontak poin, resistor, serta terminal-terminal regulator seperti IG, N,
F, E, L, dan B. Semua komponen dalam regulator dan alternator tersebut
dihubungkan satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu rangkaian sistem
pengisian.
Prinsip
kerja dari sistem pengisian regulator konvensional terdiri dari empat bagian,
yaitu ketika kunci kontak di ON-kan namun mesin belum hidup, ketika mesin hidup
dalam putaran lambat, ketika mesin hidup pada putaran sedang, dan ketika mesin
hidup pada putaran tinggi. berikut ini cara kerja masing-masing kondisi
tersebut:
Ketika Kunci Kontak ON Namun Mesin
Belum Hidup
Cara
kerja sistem pengisian dalam kondisi kunci kontak ON dan mesin belum hidup
adalah sebagai berikut:
Arus dari baterai mengalir ke fusible link (FL), lalu ke kunci kontak (KK), ke fuse, lalu ke charge warning lamp (CWL), kemudian ke L, ke P0, lalu ke P1 dan kemudian ke massa. Akibatnya lampu pengisian akan menyala.
Pada
saat yang sama, arus dari baterai juga mengalir ke Fusible Link, lalu ke kunci
kontak, ke fuse, lalu ke Ig, lalu ke PL1, lalu ke PL0, kemudian ke terminal F
regulator, lalu ke F alternator, lalu ke rotor coil (RC) dan ke massa. Akibat
arus ini pada RC muncul medan magnet.
Pada
saat mesin sudah mulai hidup dalam kecepatannya rendah, terjadi kondisi sebagai
berikut:
- Stator Coil menghasilkan arus listrik
- Tegangan dari terminal N alternator tadi mengalir ke N regulator, kemudian ke kumparan voltage relay, lalu ke massa. Akibatnya pada kumparan voltage relay akan muncul medan magnet dan terminal P0 akan tertarik dan menempel dengan P2. Akibatnya lampu pengisian menjadi padam karena tidak mendapatkan massa.
- Output dari stator coil disalurkan ke diode dan disearahkan menjadi arus DC atau arus searah, lalu mengalir ke B alternator dan lalu ke baterai. Dalam posisi ini terjadi pengisan pada baterai.
- Arus dari terminal B juga akan mengalir ke B regulator lalu ke P2, lalu ke P0, lalu ke kumparan voltage regulator dan ke massa. Akibatnya muncul kemagnetan pada voltage regulator.
- Karena putaran masih rendah, maka tegangan output alternator juga cenderung rendah. Dan jika tegangan B kurang dari 13,8 volt maka medan magnet pada kumparan voltage regulator akan lemah dan PL0 akan tetap menempel di PL1 karena adanya pegas pada PL0.
- Akibatnya arus yang besar juga akan mengalir dari Ig, ke PL1, lalu ke PL0, ke F regulator, lalu ke F alternator lalu ke rotor coil, lalu ke massa. Karena adanya arus besar ini maka arus yang mengalir ke rotor coil besar dan medan manget pada rotor coil juga menjadi kuat. Sehingga walaupun lambat, output masih cukup untuk mengisi baterai karena medan magnet pada rotor coil kuat.
Mesin Hidup Pada Kecepatan Sedang
Jika
putaran mesin naik menjadi putaran sedang, maka tegangan output alternator pada
terminal B akan naik juga dan arusnya mengalir ke B regulator, lalu ke P2, ke P0,
lalu ke kumparan voltage regulator, dan ke massa. Akibatnya medan magnet pada
kumparan voltage regulator menjadi semakin kuat dan menarik PL0 sehingga lepas
dari PL1 (dengan kata lain PL0 mengambang). Akibatnya pula arus dari B
alternator mengalir ke IG lalu ke resistor (R) lalu ke F regulator, lalu ke F
alternator, lalu ke Rotor Coil dan ke massa. Pada proses ini kemagnetan pada
Rotor Coil melemah karena arus melewati resistor.
Walaupun
kemagnetan pada Rotor Coil melemah, namun putaran akan naik ke putaran sedang
sehingga output alternator cukup untuk mengisi baterai demgan tegangan antara
13,8 volt hingga 14,8 volt.
Mesin Hidup Pada Kecepatan Tinggi
Jika
putaran mesin naik kembali ke putaran tinggi, maka tegangan output pada
terminal B alternator akan cenderung semakin tinggi. dan jika tegangan tersebut
melebihi 14,8 volt, maka kemagnetan pada kumparan voltage regulator akan
semakin kuat sehingga kontak PL0 akan tertarik dan menempel dengan PL2.
- Akibatnya arus dari Ig akan mengalir ke Resistor, lalu ke PL0, lalu ke PL2, lalu ke massa (tanpa melalui ke Rotor Coil). Hal ini akan menyebabkan medan magnet pada Rotor Coil menjadi drop.
- Output dari terminal B alternator akan menjadi turun. Dan jika tegangan output kurang dari tegangan standar yakni antara 13,8 – 14,8 volt. Maka kemagnetan pada voltage regulator akan melemah lagi, lalu PL0 akan terlepas lagi dari PL2.
- Arus dari Ig ke Resistor lalu kembali mengalir ke RC dan ke massa, sehingga medan magnet yang ada pada RC akan kembali menguat sehingga tegangan output aternator akan naik lagi.
- Jika tegangan di B naik lagi dan melebihi 14,8 volt maka proses akan berulang ke proses nomor 13 dan itu secara berulang-ulang dan PL0 lepas dan memempel dengan PL2 yang secara periodik sehingga output dari alternator akan menjadi stabil.
Berdasarkan
cara kerja sistem pengisian konvensioanal di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa terjadinya tegangan output alternator dipengaruhi oleh tiga hal penting,
yaitu :
- Adanya medan magnet yang dihasilkan oleh rotor coil.
- Adanya kumparan di sekitar medan magnet, yaitu stator coil.
- Adanya pemotongan medan magnet oleh kumparan. Pemotongan medan magnet ini terjadi karena adanya putaran poros alternator yang menyebabkan rotor coil berputar dan medan magnet yang ada padanya juga berputar memotong kumparan pada stator coil.
Terima kasih telah membaca artikel tentang “Cara Kerja Sistem Pengisian Konvensional Pada Kendaraan”
Semoga Bermanfaat
Sumber :
0 Response to "Cara Kerja Sistem Pengisian Konvensional Pada Kendaraan"
Post a Comment